Sunday, June 14, 2009

Keratinisasi Mukosa Rongga Mulut

Mukosa rongga mulut merupakan bagian yang paling mudah mengalami perubahan, karena lokasinya yang sering berhubungan dengan pengunyahan, sehingga sering pula mengalami iritasi mekanis. Di samping itu, banyak perubahan yang sering terjadi akibat adanya kelainan sistemik.

Trauma pada rongga mulut dapat menyebabkan perubahan-perubahan epitel pada rongga mulut. Perubahan itu bisa berupa kelainan bertanduk atau kelainan keratinisasi. Keratinisasi adalah proses pembentukan keratin dalam jaringan epidermis atau mukosa sehingga struktur jaringan menjadi keras. Kelainan keratinisasi tersebut dapat berupa epitelium yang terkeratinisasi pada daerah epitelium yang biasanya tidak terkeratinisasi, atau keratinisasi yang berlebihan pada daerah yang normalnya memang terkeratinisasi.

Keratinisasi dimulai dari sel basal yang kuboid, bermitosis ke atas berubah bentuk lebih poligonal yaitu sel spinosum, terangkat lebih ke atas menjadi lebih gepeng, dan bergranula menjadi sel granulosum. Kemudian sel tersebut terangkat ke atas lebih gepeng, dan granula serta intinya hilang menjadi sel spinosum dan akhirnya sampai di permukaan kulit menjadi sel yang mati, protoplasmanya mengering menjadi keras, gepeng, tanpa inti yang disebut sel tanduk. Sel tanduk secara kontinu lepas dari permukaan kulit dan diganti oleh sel yang terletak di bawahnya. Proses keratinisasi sel dari sel basal sampai sel tanduk berlangsung selama 14-21 hari.
Perubahan keratinisasi sel epitelium secara histologis diantaranya :
  1. Hiperkeratosis

  2. Proses ini ditandai dengan adanya suatu peningkatan yang abnormal dari lapisan ortokeratin atau stratum corneum, dan pada tempat-tempat tertentu terlihat dengan jelas. Dengan adanya sejumlah ortokeratin pada daerah permukaan yang normal maka akan menyebabkan permukaan epitel rongga mulut menjadi tidak rata, serta memudahkan terjadinya iritasi.

  3. Hiperparakeratosis

  4. Parakeratosis dapat dibedakan dengan ortokeratin dengan melihat timbulnya pengerasan pada lapisan keratinnya. Parakeratin dalam keadaan normal dapat dijumpai di tempat-tempat tertentu di dalam rongga mulut. Apabila timbul parakeratosis di daerah yang biasanya tidak terdapat penebalan lapisan parakeratin maka penebalan parakeratin disebut sebagai parakeratosis. Dalam pemeriksaan histopatologis, adanya ortokeratin dan parakeratin, hiperparakeratosis kurang dapat dibedakan antara satu dengan yang lainnya. Meskipun demikian, pada pemeriksaan yang lebih teliti lagi akan ditemukan hiperortokeratosis, yaitu keadaan di mana lapisan granularnya terlihat menebal dan sangat dominan. Sedangkan hiperparakeratosis sendiri jarang ditemukan, meskipun pada kasus-kasus yang parah.

  5. Akantosis

  6. Akantosis adalah suatu penebalan dan perubahan yang abnormal dari lapisan spinosum pada suatu tempat tertentu yang kemudian dapat menjadi parah disertai pemanjangan, penebalan, penumpukan dan penggabungan dari retepeg atau hanya kelihatannya saja. Terjadinya penebalan pada lapisan stratum spinosum tidak sama atau bervariasi pada tiap-tiap tempat yang berbeda dalam rongga mulut. Bisa saja suatu penebalan tertentu pada tempat tertentu dapat dianggap normal, sedang penebalan tertentu pada daerah tertentu bisa dianggap abnormal. Akantosis kemungkinan berhubungan atau tidak berhubungan dengan suatu keadaan hiperortikeratosis maupun parakeratosis. Akantosis kadang-kadang tidak tergantung pada perubahan jaringan yang ada di atasnya.

  7. Diskeratosis atau displasia

  8. Pada diskeratosis, terdapat sejumlah kriteria untuk mendiagnosis suatu displasia epitel. Meskipun demikian, tidak ada perbedaan yang jelas antara displasia ringan, displasia parah, dan atipia yang mungkin dapat menunjukkan adanya suatu keganasan atau berkembang ke arah karsinoma in situ. Kriteria yang digunakan untuk mendiagnosis adanya displasia epitel adalah: adanya peningkatan yang abnormal dari mitosis; keratinisasi sel-sel secara individu; adanya bentukan epithel pearls pada lapisan spinosum; perubahan perbandingan antara inti sel dengan sitoplasma; hilangnya polaritas dan disorientasi dari sel; adanya hiperkromatik; adanya pembesaran inti sel atau nucleus; adanya dikariosis atau nuclear atypia dan giant nuclei; pembelahan inti tanpa disertai pembelahan sitoplasma; serta adanya basiler hiperplasia dan karsinoma intra epitel atau carcinoma in situ.
    Pada umumnya, antara displasia dan carsinoma in situ tidak memiliki perbedaan yang jelas. Displasia mengenai permukaan yang luas dan menjadi parah, menyebabkan perubahan dari permukaan sampai dasar. Bila ditemukan adanya basiler hiperlpasia maka didiagnosis sebagai carcinoma in situ.
    Carsinoma in situ secara klinis tampak datar, merah, halus, dan granuler. Mungkin secara klinis carcinoma in situ kurang dapat dilihat. Hal ini berbeda dengan hiperkeratosis atau leukoplakia yang dalam pemeriksaan intra oral kelainan tersebut tampak jelas.


Linea Alba Bukalis


Merupakan temuan intraoral dengan perubahan warna yang tampak sebagai garis bergelombang putih, menimbul, dengan panjang yang bervariasi dan terletak pada garis oklusi dari mukosa pipi. Kelainan tanpa gejala ini umumnya memanjang dari mukosa pipi daerah M2 sampai ke C dengan lebar 1-2 mm. Lesi ini biasanya dijumpai bilateral dan tidak dapat dihapus. Gesekan gigi-gigi dapat menyebabkan perubahan-perubahan epitel yang menebal dan terdiri dari jaringan hiperkeratotik. Keadaan tersebut seringkali dikaitkan dengan crenated tongue dan dapat merupakan tanda dari bruksism, clenching, atau tekanan mulut yang negatif. Gambaran klinisnya menunjukkan ciri diagnostik dan tidak perlu perawatan.

DAFTAR PUSTAKA
Harty, F.J. dan R. Ogston. 1995. Kamus Kedokteran Gigi. Jakarta: EGC
Wasiaatmaja, Syarif M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: UI Press [halaman 11-15]
Langlais, Robert R. dan Craig S. Miller. 1998. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut yang Lazim. Jakarta: Hipokrates

2 comments: